Jumat, 02 Desember 2016

PERBEDAAN EYD dan EBI

Tiga Perbedaan EYD dan EBI

MELALUI Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 tahun 2015, Mendikbud mencabut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Dengan begitu, EYD sudah tidak berlaku. Pemerintah menggantikannya dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
Jika kita anggap EBI adalah sistem ejaan baru, EBI adalah sistem ejaan keempat yang pernah digunakan di Indonesia. Tahun 1947 kita pernah menggunakan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Tahun 1959 kita pernah gunakan Ejaan Melindo, meskipun gagal diterapkan karena konflik politik Indonesia-Malaysia. Baru pada 1972-lah diterbitkan EYD yang berlaku hingga 25 November 2015.
Bangsa kita pernah menggunakan Ejaan Van Opheisjen sejak 1901. Tetapi karena itu berlaku jauh hari sebelum ada Indonesia, saya tidak masukkan dalam hitungan.
Secara yuridis, kini sistem ejaan yang resmi (diakui negara) adalah Ejaan Bahasa Indonesia yang terlampir dalam Permendikbud 50 Tahun 2015.
Meskipun namanya ganti, tidak ada perbedaan mendasar antara EYD dengan EBI. Hanya ada tiga perbedaan yang dapat saya temukan.
Pertama, penambahan huruf vokal diftong. Di EYD, huruf diftong hanya tiga yaitu ai, au, ao. Di EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei (misalnya pada kata geiser dan survei).
Kedua, penggunaan huruf kapital. Pada EYD tidak diatur bahwa huruf kapital digunakan untuk menulis unsur julukan. Dalam EBI, unsur julukan tidak diatur ditulis dengan awal huruf kapital.
Ketiga, penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, dan menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ke tiga dihapus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar